Etika Berhias Bagi Wanita Menurut Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat: 33

Authors

  • Ahmad Faruqi
  • Layliyatul Maghfirah

Abstract

Islam sangat menjaga kesucian dan kebersihan seorang perempuan dengan dilarangnya menampakkan perhiasan mereka terhadap siapa saja yang bukan mahramnya, maka dari itu diwajibkan bagi seorang wanita apabila hendak keluar rumah agar supaya berhijab secara syarar’i demi menjaga kemulyaanya dan memeliharanya dari pandangan-pandangan yang merusak dan penglihatan-penglihatan yang beracun serta membentenginya dari incaran penyeleweng. Allah berfirman:   يَا Ø£ÙŽÙŠÙّهَا النَّبÙÙŠÙÙ‘ Ù‚Ùلْ لأزْوَاجÙÙƒÙŽ وَبَنَاتÙÙƒÙŽ ÙˆÙŽÙ†Ùسَاء٠الْمÙؤْمÙÙ†Ùينَ ÙŠÙدْنÙينَ عَلَيْهÙÙ†ÙŽÙ‘ Ù…Ùنْ جَلابÙيبÙÙ‡ÙÙ†ÙŽÙ‘ Ø°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ أَدْنَى أَنْ ÙŠÙعْرَÙْنَ Ùَلا ÙŠÙؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّه٠غَÙÙورًا رَحÙيمًا Artinya: Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (al-Ahzab ayat 59)   Kata الجلا بيب itu adalah jamak dari  Ø¨Ø¬Ù„با (jilbab) yang dikenakan kaum perempuan di kepalanya untuk berhijab dan menutupi dirinya. Allah memerintahkan semua kaum perempuan mukmin untuk menjulurkan jilbab mereka agar menutupi bagian-bagian yang indah dari diri mereka, yaitu rambut, wajah, dan sebagainya, sehingga mereka dikenal sebagai perempuan yang menjaga diri, sehingga mereka tidak terfitnah dan tidak juga membuat orang lain terfitnah oleh diri mereka, lalu mereka diganggu.[1] Sementara itu, pandangan Ibnu Katsir dalam menafsirkan al-Qur’an dibagi menjadi dua, sumber riwayah dan dirayah.[2] Sumber Riwayah, sumber ini antara lain meliputi al-Qur’an, sunnah, pendapat sahabat, pendapat Tabi’in. Dan sumber-sumber tersebut merupakan sumber primer dalam Tafsir Ibnu Katsir. Sumber Dirayah, yang dimaksud sumber Dirayah adalah pendapat yang telah dikutip oleh Ibnu Katsir dalam penafsirannya. Sumber selain dari kitab-kitab kodifikasi pada sumber Riwayat, juga kitab-kitab tafsir dan bidang selainnya dari ulama’ mutaakhirin sebelum atau seangkatan dengannya. Mengawali penafsirannya Ibnu Katsir mengelompokkan ayat-ayat yang brurutan yang dianggap berkaitan dan berhubungan dalam tema kecil, cara ini tergolong model baru pada masa itu. Pada masa sebelumnya atau semasa dengan Ibnu katsir, para mufassir kebanyakan kata perkata atau kalimat perkalimat. Penafsiran perkelompok ayat ini membawa pemahaman adanya munasabah ayat dalam setiap kelompok ayat itu dalam tartib mushafi. Dengan begini akan diketahui adanya keintegralan pembahasan al-Qur’an dalam satu tema kecil yang dihasilkan kelompok ayat yang mengandung munasabah antara ayat-ayat al-Qur’an, yang mempermudah sesorang dalam memahami kandungan al-Qur’an  serta yang paling penting adalah terhindar dari penafsiran secara parsial yang bisa keluar dari maksud teks. Dari cara tersebut, menunjukkan adanya pemahaman lebih utuh yang dimiliki Ibnu Katsir dalam memahami adanya munasabah dalam urutan ayat, selain munasabah antar ayat yang telah banyak diakui kelebihannya oleh para peneliti.   [1] Syaikh Abdul Aziz bin Baz, 2019. Tabarruj, Untuk Siapa Engkau Berhias. Op.Cit, ha 7 [2] Nur Faizan Mazwan, 2002.  Kajian Deskriptif Tafsir Ibnu katsir. Op.Cit, hal 88

Downloads

Published

2021-04-18