TY - JOUR AU - SYAFI’I SJ, AHMAD PY - 2017/02/20 Y2 - 2024/03/28 TI - FIiqh Proletar: Rekonstruksi Nalar Kepentingan Umum dalam Kasus Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Menuju Ke Arah Transformasi Sosial yang Progresif-Humanis JF - FIKROTUNA: Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam JA - JF VL - 5 IS - 01 SE - Articles DO - 10.32806/jf.v3i1.2711 UR - http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/fikrotuna/article/view/2711 SP - AB - <p>Fenomena kriminalisasi dalam proses pembebasan tanah merupakan fenomena umum belakangan ini. Kasus penggusuran, khususunya penggusuran tanah secara paksa, hanyalah contoh kecil poros kesejahteraan sosial dan komitmen keadilan yang sering diabaikan negara dalam setiap pengambilan kebijakan. Ia juga menjadi bukti struktur relasi yang tidak seimbang antara negara, institusi modal, dan komunitas rakyat. Dalam konteks ini, “pembangunan” dan “kepentingan umum” (al-mashlahah al-âmmah/ public interest) yang sering menjadi kata kunci penggusuran tanah rakyat, hanyalah kamuflase untuk mengelabuhi rakyat. Padahal yang sebenarnya punya kepentingan adalah mereka para konglomerat, investor, pemilik modal (baca: kaum borjuis/ kawula elit) dan orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan, bukan rakyat yang digusur atau dirampas tanahnya (kaum proletar, kawula alit). Realitas inilah yang memantik penulis untuk memproduksi wacana Fiqih Proletar; model fiqih yang punya komitamen untuk berpihak dan sekaligus memberikan advokasi kepada mereka yang lemah dan terlemahkan, bukan sebaliknya yang mendukung kekuasaan dengan memback-upnya melalui simbol-simbol keagamaan. Fiqih Proletar adalah milik mereka yang lemah dan terlemahkan (al-fiqih li al-du‟afâ‟ wa al-mustad‟ifîn), sekaligus menjadikan orang-orang yang berbuat dzalim dan tidak adil sebagai musuh yang harus diperangi. Dengan kata lain, Fiqih Proletar (di) lahir (kan) sebagai fiqih yang pro-rakyat (suatu komunitas yang sering tertindas- mustad‟ifîn), bukan fiqih penguasa. Ia diupayakan agar selalu bergerak dan digerakkan demi, oleh dan untuk rakyat mayoritas. Ia menjadi fiqih humanis yang menentang fiqih struktur otoritarian. Oleh karenanya, penelitian ini akan menyorot problem tanah yang sering melibatkan rakyat kecil vis a vis kekuasaan yang akan ditinjau dari perspektif “Fiqih Proletar” dengan menggunakan pisau analisis teori mashlahah, khususnya “teori kepentingan umum” (mashlahah al-„âmmah/public interest) yang telah direkonstruksi. Dalam perspektif Fiqih Protelar ini pula, penulis mencoba untuk mengkonstruk ulang pemahaman atas nalar “kepentingan umum” yang kerapkali digunakan<br>sebagai dalih dan topeng dalam berbagai kasus penggusuran. Hasil dari pada rekonstruksi tersebut adalah bahwa kaidah yang menyatakan: “Kepentingan umum harus diprioritaskan dari pada kepentingan individu” (al- mashlahah al-'âmmah muqaddam 'alâ al-mashlahah al-fardiyyah; اَلْمَصْلَحَتُ اُلْعَامَّتُ مقَدَّ مُ عَُلَى اُلْمَصْلَحَ تُ اُلْفَسْ دِّيَت , dalam beberapa hal, perlu mendapatkan penjelasan dan aplikasi penyelesaian secara adil, jelas dan tegas (clear and distinc), serta proporsional.</p> ER -