Penerapan Metode Sorogan dalam Meningkatkan Baca Kitab di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in

artikel

Authors

  • Moh Afif STAI Nazhatut Thullab Sampang

DOI:

https://doi.org/10.35127/kbl.v4i2.3592

Abstract

Penerapan Metode Sorogan dalam Meningkatkan Baca Kitab di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Moh Afif STAI  Nazhatut Thullab Sampang Email: [email protected]     ABSTRAK Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang keberadaannya sangat penting dalam sejarah perkembangan Islam. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang ahli dalam bidang agama,ilmu pengetahuan serta berakhlak mulia. Untuk itu, maka pesantren mengajarkan kitab wajib sebagai buku teks yang dikenal dengan sebutan kitab kuning. Untuk mempelajari kitab kuning ini digunakan metode tertentu. Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan program pengajaran di pesantren. Adapun jenis penelitian ini adalah studi kasus.dengan menggunakan Pendekatan kualitatif. Untuk mendukung penelitian ini, dilakukan pengumpulan data yang bersumber dari: wawanara dengan pengurus dan santri Pondok Pesantren, Dokumen (file) serta observasi (pengamatan) Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama,  pelaksanaan pembelajaran sorogan di Pondok Tarbiyatun Nasyi’in adalah berdasarkan tingkat (jenjang) pendidikan. metode sorogan adalah dapat melatih santri untuk bersabar, tekun, trampil, dan giat belajar.   Kata Kunci: Pondok Pesantren, Metode Sorogan      Pendahuluan Pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri dari rumah kiyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruang belajar. Disinilah santri tinggal beberapa tahun belajar langsung dari kiyai dalam hal ilmu agama[1]. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai ciri yang spesifik dan pada umumnya bersifat tradisional. Pada awal perkembangannya pondok pesantren telah mengalami bentuk sesuai dengan perubahan zaman, terutama adanya dampak ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun perubahan bentuk pesantren bukan berarti pondok pesantren telah hilang kekhasannya, Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat[2]. Pendidikan pesantren meskipun oleh sebagian orang di pandang sebelah mata, ternyata memiliki kelebihan dalam hal tertentu di banding dengan jenis lembaga pendidikan lainnya. Misalnya, tidak sedikit pesantren yang berhasil membekali kemampuan bahasa asing terhadap para santri – santrinnya. Para santri pesantren Gontor Ponorogo, Pondok Pesantren Al – Amien Prenduen Sumenep dan lain – lain, berhasil menguasai Bahasa Arab dan sekaligus Bahasa Inggris dengan lancar. Para santri pesantren sekecil apapun, setelah belajar beberapa tahun, berhasil mampu memahami kitab berbahasa arab (kitab kuning). Sementara sekolah umum bahkan hingga perguruan tingggi sekalipun, belum semua berhasil menguasai Bahasa Inggris, dalam hal mengajarkan bahasa pesantren lebih unggul. Kelebihan itu juga menyangkut tentang kemandirian, hidup sederhana, kemampuan beradaptasi dengan mayarakat, dan bahkan juga etos berwirausaha[3]. Ciri khas yang paling menonjol yang membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah sistem pendidikan dua puluh empat jam, dengan mengkondisikan para santri dalam satu lokasi asrama yang di bagi dalam bilik – bilik atau kamar – kamar sehingga mempermudah mengaplikasikan system pendidikan yang total.[4] Sekalipun telah melewati berbagai hempasan perubahan social, budaya, dan bahkan modernisasi, ternyata pesantren tetap berdiri tegak dan bahkan berhasil melakukan adaptasi dengan tuntutan zamannya. Pesantren tetap tumbuh dan berkembang, baik dalam tataran kualitatif maupun kuantitasnya. Oleh karena itu, menurut hemat saya, kultur pesantren sangat tepat di kembangkan di lingkungan perguruan tinggi terutama perguruan tinggi Islam. Sebagai format dan harapan pesantren masa depan dengan harapan dapat memenuhi perkembangan zaman yang lebih kompleks.[5] Untuk itu, tidak arif rasanya jika para pengelola pondok pesantren mengabaikan arus modernisasi sebagai penghasil nilai – nilai baru yang baik meskipun ada sebagian yang buruk, apabila pesantren ingin mengimbangi perubahan zaman. Dengan tidak meninggalkan ciri khas keislaman, pesantren juga mesti merespon perkembangan zaman dengan cara kreatif, inovatif, dan transformative. Alhasil, persoalan tantangan zaman modern yang secara realitas akan menciptakan segala produk moral yang menyebabkan tirai – tirai batas ruang dan waktu seperti dalam gejala global media informasi, dapat di jawab secara akurat, tuntas, dan tepat sasaran oleh lembaga pendidikan Isalam seperti pesantren atau lembaga lainnya.[6] Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang mempunyai peran penting dalam sejarah Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Madura. Di aceh di sebut Rangkang atau Meunasah dan di Sumatra Barat disebut Surau.[7]. Pesantren sebagai institusi yang mempresentasikan pendidikan Islam memiliki sistem yang sangat khas. Bahkan, bisa dikatakan berbeda dengan lembaga lainnya yang bergerak dalam bidang yang sama (pendidikan Islam). Secara historis, pergulatan system pendidikan pesantren sudah dimulai sejak kolonialisme berdiri di Indonesia. Ditambah lagi dengan gerakan – gerakan baru yang berbaju modernisasi sehingga pendidikan harus mampu beradaptasi dengan tuntutan – tuntutan yang berkembang.[8]  Bahkan, eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua Islam nusantara telah diakui memiliki andil dan peran yang besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pesantren nusantara telah membuktikan kiprahnya menjadi dinamisator dalam setiap proses sejarah nation and character building.[9] Hal ini dapat dilihat betapa besar kiprah dunia pesantren dalam mempertahankan Bangsa dan Negara dari tangan penjajah selama berabad – abad yang berpuncak pada fatwa ‘Resolusi Jihad’ Oktober 1945 yang di kelurkan oleh KH. Hayim Asy’ari pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang dan pendiri Ormas (organisasi mayarakat) terbesar islam NU.[10] Sekalipun penyelenggaraanya tidak formal, ternyata dalam waktu yang tidak terlalu lama, berhasil membiasakan santri – santrinya menguasai bahasa Arab bahkan bahasa Inggris. Dalam Agama Kristen, model pesantren itu berupa lembaga – lembaga seminari, yang hasil lulusannya juga bagus – bagus. Seperti yang di nyatakan oleh Prof Dr. Imam Suprayogo seumpama prinsip – prinsip pendidikan pesantren yang ternyata memiliki keunggulan tersebut di adopsi oleh sekolah, bahkan sampai perguruan tinggi[11]. Secara tidak langsung pesantren juga mengajarkan para santri untuk menghargai perbedaan suku, ras, bahasa, serta menciptakan pergaulan yang di istilahkan oleh Gus Dur sebagai “Kosmopolitanisme Pesantrenâ€. Para santri yang belajar di pesantren datang dari berbagai penjuru Tanah Air dengan latar belakang suku, bahasa yang berbeda – beda. Pergaulan lintas suku, bahasa dan daerah menjadikan para santri menyadari kebinekaan yang harus dihargai dan menghayati semboyan bangsa kita, “Bhineka Tunggal Ikaâ€.[12] Setiap pesantren berkembang melalui cara – cara yang bervariasi. Pesantren sendiri, menurut Dhofier terbagi menjadi 2 kategori, yaitu salafi dan kholafi[13]. Di kalangan masyarakat muslim ada tiga bentuk lembaga pendidikan islam, yaitu : pesantren, madrasah (kurikulum lebih berat ke pendidikan agama dengan bangku dan papan tulis), dan sekolah Islam yang ketiganya bertahan sampai sekarang[14]. Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan program pengajaran dipesantren. Karena tanpa adanya metode sistem pembelajaran yang baik maka kegiatan pembelajaran dipesantren pun tidak akan berhasil. Untuk itulah maka sistem pembelajaran dipesantren harus dipilih cara yang terbaik dan cocok untuk santri. Hal ini disebabkan banyak santri yang prestasinya buruk disebabkan karena metode yang digunakan kurang begitu baik.   Tipe-Tipe Pondok Pesantren Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan  zaman, terutama sekali adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan pesantren bukan berarti sebagai pondok pesantren yang telah hilang kekhasannya. Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat. Secara garis besar menurut Bahri Ghozali pesantren sekarang ini dapat dibedakan menjadi tiga macam: Pondok Pesantren Tradisional Yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan pelajaran gengan pendekatan tradisional. Pembelajarannya ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan kosentrasi dengan kitab-kitab klasik berbahasa Arab. Penjajakan tidak didasarkan pada satu waktu, tetapi berdasarkan kitab yang dipelajari. Pondok Pesantren Modern Yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan keiatan pendidikan dengan pendekatan modern melalui suatu pendidikan formal, baik madrasah ataupun sekolah, tetapi dengan klasikal. Pondok Pesantren Komprehensif Yaitu pondok pesantren yang sistem pendidikan dan pengajarannya gabungan antara yang tradisioanal dan yang modern. Artinya didalamnya ditetapkan pendidikan dan pengajarannya kitab kuning dengan metode sorogan, bandongan, wetonan, namun secara regular sistem persekolahan terus di kembangkan.[15] Wardi Bahtiar dan kawan-kawannya didalam membagi pesantren menjadi dua macam, dilihat dari macam pengetahuan yang diajarkan, menurutnya pesantren dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu: 1)        Pesantren Salafi Yaitu pesantren yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik, sistem madrasah ditetapkan untuk mempermudah tehnik pengajaran sebagai metode sorogan 2)        Pesantren Khalafi Selain memberikan pengajaran kitab Islam klasik juga membuka sistem sekolah umum dilingkungan dan dibawah tanggung jawab pesantren.[16]   Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1979 tentang Bantuan Kepada Pondok Pesantren, maka pondok pesantren dapat dikatagorikan menjadi: Pondok pesantren tipe A yaitu pondok yang seluruhnya dilaksanakan secara tradisional. Pondok pesantren tipe B yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasi) Pondok pesantren tipe C yaitu pondok pesantren yang hanya merupakan asrama sedangkan santrinya belajar diluar Pondok pesantren tipe D yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan sistem pondok pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah.[17] Sebenarnya mengkategorikan pondok pesantren kedalam empat bentuk seperti di atas adalah supaya untuk mempermudah perencanaan dan pelaksanaan pemberian bantuan kepada pondok pesantren. Sebenarnya, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa bentuk atau model pesantren jauh lebih bervariasi. Seperti yang terdata sebagai berikut: Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab-kitab klasik (salafiyah) Pondok pesantren seperti yang telah diungkapkan pada point A namun memberikan tambahan latihan keterampilan atau kegiatan pada para santri bidang-bidang tertentu/kejuruan Pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pengajian kitab namun lebih mengarah pada upaya mengembangkan tarekat / sifisme, para santrinya kadang-kadang ada yang di asramakan, adakalanya pula tidak di asramakan. Pondok pesantren yang hanya menyelenggarakan kegiatan ketermpilan khusus agama Islam, kegiatan keagamaan, seperti tahfidz (hafalan) Al Qur’an dan majlis taklim, adakalanya santri di asramakan adakalanya tidak. Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran pada orang-orang penyandang masalah sosial, yaitu madrasah luar biasa di pondok pesantren. Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab-kitab klasik namun juga menyelenggarakan kegiatan pendiddikan formal ke dalam lingkungan pondok pesantren. Pondok pesantren yang merupakan kombinasi dari beberapa point atau seluruh point yang tersebut diatas (konvergensi).   Metode Pembelajaran di Pondok Pesantren Sejalan dengan perkembangan zaman, lembaga pendidikan pesantren juga tidak menutup diri untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan baik metode maupun tehnis dalam pelaksanaan pendidikan pesantren itu sendiri, meskipun demikian tidak semua pesantren mau membuka mengadakan inovasi serta pembaharuan terhadap metode pembelajaran yang ada Pada awal berdirinya pondok pesantren, metode yang digunakan adalah metode wetonan dan sorogan bagi pondok non klasikal, pada perkembangan selanjutnya maka metode pembelajaran pondok pesantren mencoba untuk merenofasi metode yang ada tersebut untuk mengembangkan pada metode yang baru yaitu metode klasikal Menurut beberapa ahli metode-metode pembelajaran yang ada dipondok pesantren, meliputi: Metode Sorogan Sistem pengajaran dengan pola sorogan dilaksanakan dengan jalan santri yang biasanya pandai menyodorkan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapan kyai itu. Dan kalau ada salahnya, kesalahan itu langsung dihadapi oleh kyai itu. Di pesantren besar sorogan dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja, yang biasa terdiri dari keluarga kyai atau santri-santri yang diharapkan kemudian hari menjadi orang alim.[18] Metode Wetonan Pelaksanaan sistem pengajaran wetonan ini adalah sebagai berikut: kyai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, dan santri membawa kitab yang sama,.kemudian mendengarkan dan menyimak tentang bacaan kyai tersebut. Sistem pengajaran yang demikian seolah-olah sistem bebas, sebab absensi santri tidak ada, santri boleh datang boleh tidak, tidak ada sistem kenaikan kelas. Dan santri yang cepat menamatkan kitab boleh menyambung ke kitab yang lebih tinggi atau mempelajari kitab kitab yang lain. Seolah-olah sistem ini mendidik anak supaya kreatif dan dinamis, ditambah lagi sistem pengajaran wetonan ini lama belajar santri tidak tergantung kepada lamanya tahun belajar, tetapi berpatokan kepada kapan anak itu menamatkan kitab-kitab pelajaran yang telah di tetapkan.[19] Metode Bandongan Dalam sisitem bandongan seorang santri tidak harus menunjukan bahwa ia mengerti terhadap pelajarn yang di hadapi atau disampaikan, para kiai biasanya membaca dan menterjemahkan kata – kata yang mudah. Dalam praktiknya, metode ini lebih menekankan ketaatan kepada kiai. Metode ini lebih menekankan aspek perubahan sikap (moral) setelah santri memahami kitab yang di bacakan oleh kiyai. Metode Halaqoh Halaqoh dalam arti bahasa adalah lingkaran santri, yang di maksud halaqoh disini adalah sekelompok santri yang belajar di bawah bimbingan seorang guru atau ustadz atau kiai yang belajar bersama dalam satu tempat. Kegiatan di halaqoh ini tidak hanya khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat. Oleh karena itu, halaqoh ini di kelompokkan dalam lembaga pendidikan yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum.[20] Metode Muhawarah Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih dengan bahasa Arab yang diwajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok. Dibeberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadasah tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu yang digabungkan dengan latihan muhadhoroh atau khitobah, yang tujuannya melatih keterampilan anak didik berpidato. Metode Mudzakarah Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan aqidah serta masalah agama pada umumnya Dalam mudzakarah tersebut dapat di bedakan atas dua tingkat kegiatan: Pertama: Mudzakarah diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan, melatih para santri agar terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia. Salah seorng santri mesti ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang didiskusikan       Kedua: Mudzakarah yang dipimpin oleh kyai, dimana hasil mudzakarah para santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu seminar. Biasanya lebih banyak berisi Tanya jawab dan hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Arab.[21]            Metode Hafalan Dalam metode ini para santri diberi tugas menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki oleh santri ini kemudian dihafalkan dihadapan kyai/ustadz secara periodic/incidental tergantung pada petunjuk kyai/ustadz yang bersangkutan. Materi pelajaran dengan metode hafalan umumnya berkenaan dengan Al Qur’an, nazham-nazham untuk nahwu, sharaf, tajwid ataupun untuk teks-teks nahwu, sharaf dan fiqih. Motode Pelatihan Di samping pengajaran klasikal dan kursus – kursus, di pesantren juga di laksanakan system pelatihan yang menekankan pada kemampuan psikomotorik. Pola pelayihan yang dikembangkan adalah termasuk menumbuhkan kemampuan praktis seperti pelatihan pertukangan, perkebunan, perikanan, manajemen kopersi dan kerajinan yang mendukung terciptanya kemandirian integrative. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan yang lain yang cenderung melahirkan santri intelek dan ulama yang potensial.[22] Metode Demontrasi Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan (mendemostrasikan) suatu ketermpilan dalam hal pelaksaan ibadah tertentu yang dilakukan perseorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan kyai/ustad dengan kegiatan sebagai berikut: Para santri mendapatkan penjelasan/ teori tentang tata cara pelaksanaan ibadah yang akan dipraktekkan sampai mereka betul-betul memahaminya. Para santri berdasarakan bimbingan para kyai/ustadz mempersiapkan segala peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan praktek. Setelah menentukan waktu dan tempat para santri berkumpul untuk menerima, penjelasan singkat berkenaan dengan urutan kegiatan yang ajan dilakukan serta pemberian tuga kepada para santri berkenaan dengan pelaksanaan praktek. Para santri secara bergiliran/bergantian memperagakan pelaksanaan praktek ibadah tertentu dengan di bimbing dan diarahkan oleh kyai/ustadz sampai benar-benar sesuai kaifiat (tata cara pelaksanaan ibadah sesungguhnya) Setelah selesai kegiatan praktek ibadah para santri diberi kesempatan menanyakan hal-hal yang dipandang perlu selama berlangsung kegiatan.[23]   Pembelajaran Sorogan di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Menurut M. Habib Chirzin sorogan berasal dari kata sorog (bahas jawa) yang berarti menyodorkan. Disebut demikian karena setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau pembantunya (badal, asisten kyai). Sistem sorogan ini termasuk belajar individual, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru dan terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya.[24] Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan pada ruangan tertentu. Ada tempat duduk kyai dan ustadz, didepannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap satri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama atau berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz sekaligus mempersiapkan diri untuk dipanggil[25]. Pelaksanaanya dapat digambarkan sebagai berikut: Santri berkumpul di tempat pengajian sesuai dengan waktu yang telah di tentukan dan masing-masing membawa kitab yang hendak dikaji. Seorang santri yang mendapat giliran menghadap langsung secara tatap muka kepada kyai. Kyai atau ustadz membacakan teks dalam kitab itu baik sambil melihat ataupun tidak jarang secara hafalan dan kemudian memberikan artinya dengan menggunakan bahasa melayu atau bahasa daerahnya, panjang pendeknya yang dibaca sangat bervariasi tergantung kemampuan santri. Santri dengan tekun mendengarkan apa yang di bacakan oleh kyai atau ustadz dan membacakannya dengan kitab yang dibawanya. Selain mendengarkan santri juga melakukan pencatatan atas: pertama, bunyi ucapan teks Arab dengan melakukan pembarian harakat (syakal) terhadap kata-kata Arab yang ada dalam kitab. Pensyakalan itu sering juga disebut 'Pendhabitan' (pemastian kharakat), meliputi semua huruf yang ada dengan bahasa Indonesia atau denga bahasa daerah langsung dibawah setiap kata Arab, dengan menggunakan huruf 'Arab pegon' Santri kemudian menirukan kembali apa yang dibacakan kyai sebagaimana yang telah di ucapkan sebelumnya. Kegiatan ini biasanya ditugaskan kyai untuk diulang pada pengajian berikutnya sebelum dipindahkan pada pelajaran selanjutnya. Kyai atau ustadz mendengarkan dengan tekun apa yang dibaca santrinya sambil melakukan koreksi-koreksi seperlunya. Setelah tampilan santri dapat diterima, tidak jarang juga kyai memberikan tambahan penjelasan agar apa yang telah dibacakan oleh santri dapat dipahami[26]. Para ahli juga memberikan definisi bahwa sorogan dimulai dari seorang murid mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris Al-Qur'an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkannya kedalam bahasa jawa. Pada gilirannya, murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem penterjemahan dibuat sedemikian rupa sehingga murid diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab. Dengan demikian para murid dapat belajar tata bahasa Arab langsung dari kitab-kitab tersebut. Murid diharuskan menguasai pembacaan dan terjemahan kitab tersebut secara tepat dan hanya bisa menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Para guru pengajar pada taraf ini selalu menekankan pada kualitas dan tidak tertarik untuk mempunyai murid lebih dari 3 atau 4 orang. Sistim individual ini dalam sistem pendidikan tradisional disebut sistem sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacan Al-Qur'an. Sistem sorogan merupakan bagian tersulit dari sistem pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini membutuhkan kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Kebanyakan murid-murid gagal dalam pendidikan dasar ini. Disamping itu banyak diantara mereka yang tidak menyadari bahwa seharusnya mereka mematangkan diri pada tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren, sebab pada dasarnya hanya murid-murid yang telah menguasai sistem sorogan sajalah yang dapat memetik keuntungan dari sistem bandongan di pesantren. Sistem sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang yang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasaArab. Dewasa ini, kecenderungan yang ada justru mengarah pada layanan individual tersebut. Berbagai usaha berinovasi dilakukan justru ntuk memberikan layanan individual tersebut, yakni sorogan gaya mutakhir. Dengan metode sorogan yang di perbaharui, metode ini justru mengutamakan tingkat kematangan dan perhatian serta kecepatan seseorang. Banyak para santri berbeda tingkat pemahamannya, oleh karena itu, pelayanan  kepada para santri harus dibedakan. Manfaat Metode Sorogan Dalam Meningkatkan Baca Kitab Santri Awal timbulnya atau munculnya metode sorogan di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in adalah dikarenakan banyaknya prestasi murid yang menurun[27]. Hal ini terlihat ketika siswa tidak bisa baca kitab saat ujian atau saat evaluasi. Maka untuk mengatasi permasalahan itu dibutuhkan suatu metode, yang mana metode ini benar-benar akurat dalam mengatasi permasalahan itu. Maka dipilihlah sorogan sebagai salah satu metode untuk mengatasi permasalahan ini. Dan alhamdulillah melalui metode inilah kini prestasi para santri pun mulai membaik kembali. Dari hasil wawancara dengan guru atau ustadz di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in dapat diketahui bahwa manfaat metode sorogan adalah: Dengan adanya metode sorogan, maka hal ini menjadikan siswa hafal tentang teori. Siswa bisa mengungkapkan teori tersebut dan bisa melaksanakan atau mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan siswa lebih trampil dalam membaca kitab. Dengan ketrampilan berpikir itulah, sehingga para santri mengalami peningkatan prestasi, hal ini terlihat pada hasil setiap evaluasi. Melatih santri untuk sabar, tekun, trampil dalam belajar. Dengan adanya metode sorogan ini siswa berlomba-lomba untuk memperoleh nilai yang baik. Metode penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari   orang   dan   perilaku   yang   diamati.   Karena   pendekatan kualitatif   cocok    digunakan   untuk   memperoleh   pemahaman mendalam  tentang  fenomena   sosial  yang  kompleks[28].    Adapun lokasi penelitian ini, di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Subjek dalam penelitian ini adalah lurah pondok, ustad dan para santri.  Semua  subjek  ini  diharapkan memberi data tentang Penerapan Metode Sorogan dalam Meningkatkan Baca Kitab. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah pengamatan/observasi, wawancara dan dokumentasi[29]. Di mana peneliti terlibat langsung di lokasi penelitian selama penelitian berlangsung sehingga memperoleh data yang lengkap dan akurat. Dalam  pemilihan  informan,  peneliti  menggunakan  teknik purposif sampling (sampel bertujuan) dengan memilih informan yang paling mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam[30]. Sample bertujuan tersebut diambil berdasarkan beberapa pertimbangan (disebabkan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya) sehingga tidak bisa mengambil sample yang lebih luas. Kemudian untuk memperoleh informasi yang akurat, maka dalam pengumpulan data melalui wawancara dan observasi, penelit menggunakan snowball sampling (bola salju), yaitu teknik pengambilan sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Besar dalam artian informasi bertambah[31].Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum memberikan data yang memuaskan,maka mencari orang lain lagi yang dapat dijadikan sebagai sumber data. Profil Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in terbilang salah satu pondok tertua di daerah Jombang. Pondok ini pertama kali didirikan oleh KH. Alwi pada tahun 1885. Kyai Alwi yang berasal dari Klaten Jawa Tengah. Alwi atas saran serta restu orang tuanya, Beliau menyusul sanak keluarganya di Jawa Timur. Disana Beliau menetap di Desa Cukir. Pada waktu itu di Cukir sudah berdiri Pabrik Gula milik Belanda, maka Beliau merasa kurang aman. Akhirnya Beliau pindah ke Paculgowang yang berjarak dua kilometer dari desa Cukir. Bermula dari situlah pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in lahir dan berkembang. KEPEMIMPINAN KH.ALWI ( 1900-1911 M ) Pondok pesantren Tarbiyatunnasyi’in pacul gowang ini dididirikan oleh beliau kurang lebih tahun 1880 M. Pondok ini awalnya dari musholla kecil yang dipergunakan sebagai tempah ibadah dan mengajar ilmu agama pada para penduduk setempat. Setelah beberapa lama berselang, kemudian ada beberapa penduduk setempat yang minitipkan anaknya kepada beliau, Semakin hari santri semakin banyak sehingga asrama tidak dapat memadai, Maka pada tahun 1900 M dibangunlah sebuah bangunan yang sangat besar yang terletak di sebelah selatan musholla, dan bangunan ini sekarang dikenal dengan nama komplek Al Hidayah. KEPEMIMPINAN KH. ANWAR ALWI ( 1911 – 1929 M)     Pada tahun 1911 M. KH. Alwi berpulang ke Rahmatulloh, KH. Anwar kemudian menggantikan kedudukan KH. Alwi Almarhum sebagai pengasuh pondok. KH. Anwar tidak melakukan perubahan-perubahan besar, kecuali mengembang-kan kitab kuning. Pada masa KH. Anwar ini jumlah santrinya tercatat lebih besar dibanding dengan masa sebelumnya, baik yang bermukim maupun yang bukan ( santri kalong ) santri-santri tersebut tidak saja datang dari Jombang dan sekitarnya tetapi juga datang dari daerah lain.            KEPEMIMPINAN KH. MANSHUR ANWAR ( 1929 – 1983 M )       KH Anwar Alwi wafat pada tanggal 9 Jumadil awal 1348 H atau 1929 M lalu tampillah KH. Manshur putra ketiga KH. Anwar. Beliau terkenal sebagai seorang kyai yang sabar, tekun dan telaten sekali serta sangat disiplin dalam mendidik santri-santrinya maupun putra-putrinya. Beliau adalah putra menantu Almaghfurlah KH. Abdul Karim Lirboyo.Pada masa kepemimpinan beliau inilah pondok pesantren Paculgowang mempunyai nama resmi “Tarbiyatunnasyiinâ€. Berbeda dengan KH. Anwar, KH. Manshur dalam perjuangannya lebih menonjol dalam bidang organisasi, meskipun demikian kegiatan pendidikan dipondok pesantren tidak pernah diabaikan. Tak ada yang menyangkal bahwa KH. Manshur lah salah satu tokoh yang membentuk dan mengkoordinasi pengajian umum yang diselenggarakan oleh jamiyyah NU dikecamatan Diwek. KEPEMIMPINAN  KH. M. ABDUL AZIZ MANSHUR (1983 Sampai sekarang ) Pertumbuhan Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Pacul Gowang Jombang dengan bertambahnya waktu mengalami dinamika yang pesat ketika diasuh oleh KH. M. Abdul Aziz Manshur hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:  Sistem yang diterapkan berupa Madrasah Diniyah yang berkelas dan berjenjang yang disesuaikan dengan Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo Kediri. Bertambahnya waktu pengajian baik yang ditangani oleh Romo Kyai ataupun para khodim  beliau. sistem kepengurusan mengacu pada tatanan dan aturan organisasi, serta pengembangan Open Managemen yang dipantau langsung oleh Romo kyai. Semakin nampaknya karakter ( Maziyzah ) Pondok Pesantten sebagai lembaga Tafaqquh Fiddin. Akibat dari sebab-sebab itulah perkembangan kemajuan Pondok Pesantren semakin nyata, yang ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga baru dibawah naungan Yayasan Tarbitun Nasyi’in (YAMTASI). Seleksi penerimaan santri di pondok pesantren ini melalui beberpa tes dan ketentuan :[32] Untuk tingkat Madrasah Ibtidaiyah: Membaca Al-qur’an Praktek Ibadah Doa’ sehari-hari Untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah: menulis pego baca Al-qur’an nahwu-shorof baca kitab Untuk tingkat Madrasah Aliyah baca kitab nahwu-shorof murodi/terjemah imlak Untuk tingkat Madrasah Ma’had Aly baca kitab nahwu shorof murodi/menjelaskan tajwid imlak   Kesimpulan Pembelajaran sorogan di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in dilaksanakan dalam 1 (satu) kelas dibagi dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok beranggotakan 10-15 orang dengan satu guru pada setiap kelompoknya. Pembelajaran sorogan ini dilaksanakan dalam suatu ruangan yang diberi batas-batas atau dibagi dalam petak- petak, hal ini dilakukan agar dalam proses belajar mengajar tidak terjadi komunikasi antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.Metode sorogan yang diterapkan di pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in mempunyai manfaat: a) Menjadikan siswa hafal tentang teori. b) Siswa bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. c) Siswa lebih trampil dalam membaca kitab. d) Siswa mengalami peningkatan prestasi, yang terlihat pada hasil setiap        e)  Melatih santri untuk sabar, tekun, trampil, dalam belajar. f)  Terjadi kompetisi antar santri.   Daftar Pustaka Arifin Imron, Kepemimpinan Kyai, Kasus Pondok Pesantren Tebu Ireng (Malang, Kalimasyahada Press, 1993), Bakri Masykuri  ,  Metode  Penelitian  Kualitatif  Tinjauan  Teoritis  dan  Praktis, (Surabaya: Visipress Media, 2013), Dhofier Zamarkasyi, Tradisi Pesantren, study pandangan hidup kyai dan visinya mengenai masa depan Indonesia, (Jakarta, LP3ES, 2011). Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam/Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, Profil Pondok Pesantren Muaddalah (Depag RI, 2004), Ghazali M. Bahri,  Pesantren Berwawasan Lingkungan, ( Jakarta, CV. Prasasti, 2004). HhhhhklMardliyah, Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Orgaisasi Pesantren (Yogyakarta, Aditya Media Publishing, cet.  Kedua 2013). Maunah Binti. Tradisi Intelektual Santri, dalam tantangan dan hambatan pendidikan pesantren di masa depan (Yogyakarta, Teras , 2009). Nasir Ridwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, pondok pesantren di tengah arus perubahan, (Jogjakarta,  pustaka  pelajar, 2004). Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, periode klasik dan pertengahan,(Jakarta, PT Raja Grafindo persada, 2013). Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan Dan Perkembangannya (Depag RI, 2003), Raharjo M.Dawam (ed). Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1988), Shaleh Abdurrahman, dkk. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren (Depag RI, 1982), Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta.2014), Suprayogo Imam, Membangun Peradaban dari Pojok Tradisi Refleksi dan Pemikiran Menuju Keunggulan, (Malang, UIN Malik Press,  2012). Suprayogo Imam, Pengembangan Pendidikan Karakter,(Malang,  UIN Maliki Press 2013). Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya,1991), Tim Penulis Rumah  Kitab Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren , pengantar oleh Prof. Dr. KH. Said  Aqil siradj, MA , (Jakarta, Rumah Kitab, 2014). Umiarso dan Ninik Masrurah, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra , (Jogjakarta Ar – Ruzz Media, 2011).             [1] Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, pondok pesantren di tengah arus perubahan, (Jogjakarta,  pustaka  pelajar, 2004). 13 [2] M. Bahri Ghazali,  Pesantren Berwawasan Lingkungan, ( Jakarta, CV. Prasasti, 2004). 13-14. [3] Imam Suprayogo, Membangun Peradaban dari Pojok Tradisi Refleksi dan Pemikiran Menuju Keunggulan, (Malang, UIN Malik Press,  2012). 203 [4] Tim Penulis Rumah  Kitab Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren , pengantar oleh Prof. Dr. KH. Said  Aqil siradj, MA , (Jakarta, Rumah Kitab, 2014).  xi.  [5] Imam Suprayogo, Membangun Peradaban dari Pojok Tradisi Refleksi dan Pemikiran Menuju Keunggulan, (Malang, UIN Malik Press, 2012). 204 [6] Ninik Masrurah dan Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra , (Jogjakarta Ar – Ruzz Media, 2011). hlm 112 – 113 [7] Binti Maunah. Tradisi Intelektual Santri, dalam tantangan dan hambatan pendidikan pesantren di masa depan (Yogyakarta, Teras , 2009). 16 - 17 [8] Ninik Masrurah dan Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra , (Jogjakarta Ar – Ruzz Media, 2011). 113 [9] Ibid. 114 [10] HhhhhklMardliyah, Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Orgaisasi Pesantren (Yogyakarta, Aditya Media Publishing, cet.  Kedua 2013). 2 [11] Imam Suprayogo, Pengembangan Pendidikan Karakter,(Malang,  UIN Maliki Press 2013). 13 [12] Tim Penulis Rumah Kitab Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, pengantar oleh Prof. Dr. KH. Said  Aqil siradj, MA. (Jakarta, Rumah Kitab 2014), xi. [13] Zamarkasyi Dhofier, Tradisi Pesantren, study pandangan hidup kyai dan visinya mengenai masa depan Indonesia, (Jakarta, LP3ES, 2011). 41  [14] Ninik Masrurah dan Umiarso Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra,  ( Jogjakarta Ar – Ruzz Media 2011). 71 [15] M.Bahri Ghozali,Pesantren Berwawasan Lingkungan(Jakarta:Prasasti,2002).14-15 [16] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya,1991).193-194 [17] Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan Dan Perkembangannya (Depag RI, 2003),15-16 [18] M. Bahri Ghozali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: Prasasti, 2002).29 [19] Abdurrahman Shaleh, dkk. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren (Depag RI, 1982), 11 [20] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, periode klasik dan pertengahan,(Jakarta, PT Raja Grafindo persada, 2013). 35 [21] Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai, Kasus Pondok Pesantren Tebu Ireng (Malang, Kalimasyahada Press, 1993).39 [22] Binti Maunah. Tradisi Intelektual Santri, dalam tantangan dan hambatan pendidikan pesantren di masa depan (Yogyakarta, Teras , 2009). 31 - 32 [23]  Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam/Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, Profil Pondok Pesantren Muaddalah (Depag RI, 2004).30      [24] M.Dawam Raharjo(ed). Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1988).88 [25] Wawancara dengan Ust. Irfan Danu [26] Wawancara dengan  Ust. Fauzan Adzim aqin [27] Wawancara dengan Ust. Abdul Ghofur [28] Masykuri  Bakri,  Metode  Penelitian  Kualitatif  Tinjauan  Teoritis  dan  Praktis, (Surabaya: Visipress Media, 2013), 12 [29] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta.2014), 227. [30] Masykuri  Bakri,  Metode  Penelitian  Kualitatif  Tinjauan  Teoritis  dan  Praktis, (Surabaya: Visipress Media, 2013), 124 [31] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Alfabeta, 2014), 5 [32] Wawancara dengan Ust. Addin Mustaqim

Downloads

Published

2019-12-03

How to Cite

Afif, Moh. “Penerapan Metode Sorogan Dalam Meningkatkan Baca Kitab Di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in: Artikel”. KABILAH : Journal of Social Community 4, no. 2 (December 3, 2019): 34–43. Accessed April 19, 2024. https://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/kabilah/article/view/3592.

Issue

Section

Articles

Most read articles by the same author(s)

Obs.: This plugin requires at least one statistics/report plugin to be enabled. If your statistics plugins provide more than one metric then please also select a main metric on the admin's site settings page and/or on the journal manager's settings pages.