PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN

Authors

  • Rifki Rufaida IAI NATA Sampang
  • Mufidah Mufidah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
  • Erfaniah Zuhriyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstract

Abstrak: Dalam semua agama yang di anut oleh masyarakat Indonesia mengatur tentang dasar-dasar perkawinan. Mereka mempunyai aturan-aturan yang mengikat bagi penganutnya. Perkawinan yang dilakukan oleh  orang  yang berbeda agama atau keyakinan dinamakan “perkawinan beda agamaâ€. Agama Islam tidak memperbolehkan pernikahan beda agama bagi penganutnya, terkecuali dengan laki-laki ahli kitab. Agama Kristen Protestan membolehkan penganutnya melakukan perkawinan beda agama dengan mengikuti pada hukum nasional yang berlaku. Sedangkan Kristen Katolik tidak memperbolehkannya, terkecuali telah mendapatkan izin dari gereja dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Agama Hindu melarang keras perkawinan beda agama bagi pemeluknya, sedangkan dalam agama Budha tidak mengaturnya, mereka mengembalikannya kepada adat istiadat masing-masing. Perkawinan beda agama tidak di atur secara tegas dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, hanya saja dalam pasal 2 ayat 1) perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing agama dan kepercayaan. Begitu juga dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 4, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UUP. Dalam pasal 40 ayat c) dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama Islam. Pasal 44, seorang wanita Islam di larang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Hal ini menegaskan bahwasanya perkawinan beda agama tidak diakui dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. MUI dalam fatwanya juga mempertegas ketidakbolehan perkawinan beda agama. Akan tetapi masih terdapat celah bagi mereka yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama, salah satunya dengan mempergunakan pasal 56 UUP ayat 1, suatu perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum yang berlaku di mana perkawinan dilangsungkan. Celah lain yang diberikan pemerintah adalah dengan Putusan MA No. 1400 K/Pdt/1986, di mana Kantor Catatan Sipil diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan beda agama jika pihak-pihak yang melakukan tunduk pada satu agama. Begitu juga dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan pasal 35 ayat a) menyatakan jika perkawinan beda agama telah mendapatkan penetapan dari pengadilan, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan pada instansi pelaksana, yaitu Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Atau Kantor Urusan Agama. Kata Kunci: Perkawinan, Beda agama

Downloads

Published

2022-12-11

How to Cite

Rufaida, Rifki, Mufidah Mufidah, and Erfaniah Zuhriyah. “PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN”. KABILAH : Journal of Social Community 7, no. 1 (December 11, 2022): 192–207. Accessed April 19, 2024. https://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/kabilah/article/view/5791.

Issue

Section

Articles

Most read articles by the same author(s)

Obs.: This plugin requires at least one statistics/report plugin to be enabled. If your statistics plugins provide more than one metric then please also select a main metric on the admin's site settings page and/or on the journal manager's settings pages.