Arrisalah Li Asy-Syafi’i Dalam Kerangka Ushul Fiqh

  • Hanik Latifah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) At-Tahdzib Jombang

Abstract

Dalam kasus ar-Risalah, kita bisa menemukan bahwa asy-Syafi`i sendiri tidak memberi nama kitabnya, tidak memberi judul untuk sejumlah tema penting yang kelak dikenal sebagai ushul fiqh, ia ditulis dalam kerangka tema besar: kehujjahan as-Sunnah. Seperti diinformasikan di depan bahwa ar-Risalah hanyalah sebuah risalah yang ditulis asy-Syafi`i atas permintaan dari sobatnya, al-Mahdi. Oleh karena itu mengkaji sistematika dari kitab ini tidak terlalu penting karena masih terlalu mentah dan masih banyak ruang kosong untuk memperkaya sistematika yang memang belum dijamah oleh asy-Syafi`i.

Ar-Risalah masih berisi materi-materi non-Ushul Fiqh dan pembahasannya tentang ushul fiqh terpusat pada Sunnah, Ijma’ dan Qiyas yang dibahas dalam kerangka menolak istihsan. Pola pemikiran dan faktor-faktor yang mempengaruhi metode istinbat imam syafi’i sebagaimana latar belakang pendidikan dan pemikirannya, termasuk salah seorang jajaran Imam penganut Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah, yang dalam cabang fiqhiyyahnya berpihak pada dua kelompok, yaitu ahlu al-Hadis dan ahlu ar-Ra’yi (sintesa pemikiran tengah).

References

Muhammad Arkoun, Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru, alih bahasa Rahayu S. Hidayat, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 52.
Donald Gotterbarn dalam Barnes dan Noble, New American Encyclopedia (USA: Grolier Incorporated, 1991), hlm. 221.
Penalaran bayani adalah penalaran yang pada dasarnya bertumpu pada kaidah-kaidah kebahasaan (semantic). Dalam Usul Fiqh, kaidah-kaidah ini telah dikembangkan sedemikian rupa dalam pembahasan al-qawaid al-lughawiyah atau qawaid al-istinbat. Penekanan lughawiyah lebih banyak merujuk kepada lafaz dari berbagai perspektif. Kajian “lafaz” menurut Hanafiyyah dapat dilihat dari empat sisi yakni wad’i al-lafd (cakupan makna lafal), isti’mal al-lafz fi al-ma’na (penggunaan lafal dalam kaitannya dengan makna), dilalat al-lafz ‘ala al-ma’na bi hasb zuhur al-ma’na wa khafa’uh (indikasi lafal terkait dengan dhahir tidaknya makna) serta kaifiyyah dilalat al-lafd ‘ala al-ma’na (sisi cara memahami maksud lafal). Menurut cakupan atas makna, lafal dapat dibagi menjadi ‘amm (umum), khass (khusus), musytarak dan mu’awwal..
Penalaran ta’lili adalah penalaran yang berusaha melihat apa yang melatarbelakangi sesuatu ketentuan dalam Alquran atau hadits (ratio legis) dari sesatu peraturan.
Penalaran istislahi merujuk pada pengkajian maqasid al-Syari‘ah (tujuan Syari’at) yang dibedakan menjadi dua, yaitu maqasid al-Syari‘ dan maqasid al-mukallaf. Maqasid al-Syari‘ yang pokok adalah terwujudnya maslahah. Sedangkan maqasid mukallaf adalah apa yang menjadi kepentingannya dan itu sah sepanjang sesuai dengan maqasid al-Syari‘ dan tidak membawa kerugian kepada orang lain..
Wael B. Hallaq, guru besar Hukum Islam McGill University dalam artikelnya yang berjudul Was asy-Syafi`i the Master Architect of Islamic Jurisprudence? termasuk yang tidak setuju dengan pendapat ini. Menurutnya bahwa gelar asy-Syafi’i sebagai guru arsitek ilmu ushul fikih adalah lemah. Hal itu hanya kreasi ulama generasi jauh sesudahnya, terutama kelompok ulama sunni yang fanatik terhadap mazhab Syafi’i. Alasan Hallaq adalah karena kitab-kitab ushul Syafi'iyyah itu baru muncul pada akhir abad III H dan awal abad IV H. Paling tidak ada kurang lebih satu abad fase kekosongan kitab ushul fiqh. Oleh karena itu ar-Risalah tidaklah populer pada masa kelahirannya, apalagi diklaim sebagai sintesis antara dua kubu Islam Rasionalis Kufah dan Tradisianalis Basrah. Klaim terakhir ini juga tidak terbukti, karena dua kubu itu sama-sama tidak tertarik dengan kitabnya asy-Syafi'i tersebut. Lihat Wael B. Hallaq, "Was asy-Syafi'i the Master Architect of Islamic Jurisprudence," dalam International Journal of Middle East Studies, 1993, hlm. 25.
Baca juga Ahmad Hasan, al-Shafi`is Role in the Development of IslamicJurisprudence dan Analogical Reasoning in Islamic Jurisprudence: A Study of The Juridical Principle of Qiyas, Islamabad: Islamic Research Institute, 1986.
Ar-Risalah, hal. 9-16
Ar-Risalah, hal. 79-85;210-343;401-470
Ar-Risalah, hal. 113-146
Ar-Risalah, hal. 147-203
Noel J. Coulson, A History of Islamic Law (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1990) hal. 37 dan 52.
Asy-syafi’I di Baghdad dalam kurun waktu 3 kali yaitu pada tahun 184 sebelum khilafah harun ar-rosyid, (2) pada tahun 195 dan menetap selama 2 tahun (3) pada tahun 198.
Dr. Wahbah Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islâmi, Dâr al-Fikr, Damsyiq, juz. II. 2005, hal. 577
Tajuddin ‘Abdul Wahab al-Subki, Jam’u al-Jawani, Dâr al-Fikr, Beirut, 1974, hlm. 177. Lihat juga Ibn Qudamah, Raudlah al-Nadkir wa Jannah al-Munadhir, Mu’assasah al-Risalah, Beirut, 1978. hlm. 234
Dr. Wahbah Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islâmi, Dâr al-Fikr, Damsyiq, juz. II. 2005, hal. 580
Al-Hâfidz Muhammad ‘Aly bin Muhammad as-Syaukâni, Sya’ban Muhammad Ismail, Dr. ed et, Irsyâdu al-Fuhul ila Tahqiqi min ‘Ilmi al-Ushul, Dâr al-Salâm, Iskandariah, Kairo, juz. II. 2006, hal. 583
Dr. Wahbah Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islâmi, Dâr al-Fikr, Damsyiq, juz. II. 2005, hal. 581
Ibid., hal. 581
Ibid., hal. 582
Ibid., hal. 582
Dr. Shaleh Zaidân, Hujjiyatul Qiyâs, Dâr al-Shahwah, Hilwan, Kairo, cet. I. 1987, hal. 49
Published
2016-08-03
How to Cite
Latifah, H. (2016). Arrisalah Li Asy-Syafi’i Dalam Kerangka Ushul Fiqh. At-Tahdzib: Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 2(2), 89-113. Retrieved from http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib/article/view/1947
Section
Articles