Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah di Kabupaten Lombok Barat

  • H. Syamsul Hadi

Abstract

Selama kurun waktu yang panjang, pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian al-Qur’an dan pengajian kitab, dengan metode yang dikenalkan (terutama di Jawa) dengan nama sorogan, bandongan dan halaqah. Tempat belajar yang digunakan umumnya adalah ruang-ruang masjid atau tempat-tempat shalat “umum†yang dalam istilah setempat disebut: surau, dayah, meunasah, langgar, rangkang, atau mungkin nama lainnya. Perubahan kelembagaan paling penting terjadi setelah berkembangnya sistem klasikal, yang awalnya diperkenalkan oleh pemerintah kolonial melalui sekolah-sekolah umum yang didirikannya di berbagai wilayah Nusantara. Masalah pokok penelitian ini ialah tidak tersedianya informasi yang memadai dan mutakhir untuk mengevaluasi posisi dan eksistensi madrasah diniyah dalam masyarakat Indonesia sekarang. Secara khusus, penelitian ini berusaha menjawab tiga pertanyaan yang dari sisi evaluasi kebijakan dipandang bersifat mendasar: (1) Bagaimana warga masyarakat mengenal dan memahami madrasah diniyah; (2) Bagaimana madrasah diniyah menyelenggarakan pendidikan dan menghubungkannya dengan kebutuhan masyarakat; dan (3) Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di madrasah diniyah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lombok Barat. Pada masing-masing Kecamatan diambil satu Madrasah Diniyah secara purposive sebagai sasaran penelitian, dengan kriteria tergolong ke dalam Madrasah Diniyah yang mewakili tipe tertentu yang berbeda dengan Kecamatan lainnya.Dilihat dari kasus yang terjadi, madrasah diniyah yang dimaksudkan untuk menjadi pilihan pendidikan yang utama setidaknya mempunyai beberapa ciri yang menonjol. Pertama, program pendidikannya menempatkan penyajian ilmu-ilmu agama sebagai pelajaran utama, bukan sekadar bahan belajar tambahan bagi murid. Kedua, mengikut posisi pendidikannya tersebut, waktu belajar ditetapkan dan diatur sendiri tanpa harus memperhitungkan waktu belajar murid di sekolah atau madrasah formal yang mungkin juga mereka itu. Ketiga, merancang program pendidikannya untuk menjadi bagian dari penjenjangan pendidikan yang lengkap, dari tingkat dasar (awwaliyah), lanjutan pertama (wustha), dan lanjutan atas (‘ulya). Berdasarkan ciri-ciri yang telah dikemukakan terlihat bahwa madrasah yang menyediakan layanan pendidikan diniyah sebagai pendidikan utama menyelenggarakan program pendidikan tersebut dengan mengikuti standard pendidikan formal.
Published
2016-06-15
How to Cite
Hadi, H. S. (2016). Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah di Kabupaten Lombok Barat. Al-Amin Journal: Educational and Social Studies, 1(1), 1-23. Retrieved from https://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/alamin/article/view/3077

Most read articles by the same author(s)

Obs.: This plugin requires at least one statistics/report plugin to be enabled. If your statistics plugins provide more than one metric then please also select a main metric on the admin's site settings page and/or on the journal manager's settings pages.