Telaah KUH Perdata dan Hukum Islam Tentang Kedudukan Keluarga Sebagai Saksi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama

Bahasa Indonesia

  • Iskandar Iskandar
Keywords: Keluarga sebagai saksi, Perceraian, Hukum Perdata dan Islam

Abstract

Penelitian ini membahas tentang Telaah KUHPerdata dan Hukum Islam kedudukan keluarga sebagai saksi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama, Dengan Fokus utama Bagaimana kedudukan keluarga sebagai saksi dalam perkara perceraian menurut KUH Perdata, dan kedudukan keluarga sebagai saksi dalam perkara perceraian menurut Hukum Islam? dengan menafsirkan dan menguraikan  situasi, sikap serta pandangan yang terjadi didalam suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadakan atau lebih, hubungan antara individu dengan variabel yang timbul perbedaan antara fakta yang ada serta pengaruhnya terhadap kondisi. Dengan melakukan studi kepustakaan dengan menelaah buku-buku, literatur serta peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) Kedudukan keluarga sebagai saksi dalam perkara perceraian menurut KUH Perdata ialah hanya diperbolehkan bila yang dijadikan alasan perceraian adalah pasal 19 huruf yaitu pertengkaran terus menerus atau (syiqoq). Menggunakan saksi keluarga dalam alasan perceraian selain pasal 19 huruf adalah batal demi hukum atau dapat dibatalkan. (2) Kedudukan keluarga sebagai saksi dalam perkara perceraian menurut Hukum Islam tidak hanya mendengar saja dan oleh undang-undang ditetapkan bahwa keterangan satu orang saksi tidak cukup. Implikasinya yaitu, Para saksi dapat diberikan pengertian sumpah sehingga saksi tidak main-main memberikan keterangan, memberikan kesaksian dengan adil karena maksud kesaksian itu adalah memelihara hak, serta kesaksian sangat mempengaruhi putusan serta janganlah menyembunyikan suatu kesaksian.hendaknya majelis hakim lebih terfokus dengan permasalahan yang dihadapi atau dasar hukum dikemukakan secara terperinci dalam putusan serta mengambil pengambilan keterangan baik dari pihak penggugat ataupun tergugat, terakhir majelis hakim hendaknya lebih selektif, sesuai undang-undang yang berlaku.

References

A Fuad Said, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Cet-8; Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 463.
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang:Dina Utama, 1993), h. 145.
Gatot Supramono, Hukum Pembuktian di Peradilan Agama, (Cet-1; Ujung Pandang: Alumni, 1993), h. 22.
Hamidi Masykur, Asas-Asas Hukum Perdata, (Cet-1; Malang: UB Press, 2013),
h. 20.
Ibnu qayyim Al-Jauziyah, Panduan Hukum Islam, (Cet-1, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 122.
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 51 dan pasal 116.
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’a, (Cet-1; Jakarta:Sinar Grafika, 2009), h. 106.
Mohammad Dani Somantri, Perceraian Dalam Sistem Hukum di Indonesia, (Cet.1; Jawa Tengah: Mangku Bumi, 2018), h. 76.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Cet-1; Yogyakarta: Liberty, 1977), h.196.
http://www.suara.com
Published
2021-11-24
How to Cite
Iskandar, I. (2021). Telaah KUH Perdata dan Hukum Islam Tentang Kedudukan Keluarga Sebagai Saksi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama: Bahasa Indonesia. Jurnal Elkatarie : Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Sosial, 4(2), 771-783. https://doi.org/10.1234/elkatarie.v4i2.4446
Section
Articles