@article{Ridawati_2017, title={yad amanah dan yad dhamanah (Telaah Konsep Penghimpunan Dana Pada Produk Sistem wa’diah)}, volume={1}, url={http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/tafaqquh/article/view/3043}, abstractNote={<p>Wadi’ah yang merupakan salah prinsip yang digunakan bank syari’ah dalam memobilisasi dana dalam masyarakat. Al-Wadi’ah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Prinsip ini diterapkan pada produk giro. Prinsip wadiah yang dipakai adalah wadi ah yad dhamanah karena pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasinya hukumnya adalah sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank sebagai pihak yang dipinjami. Hal ini berbeda dengan wadi ah amanah dimana titipan tidak boleh dimanfaatkan. Permasalahannya adalah Bagaimana dan Kapan ganti rugi Yad amanah dan yad Dhamanah terjadi? Serta Bagaimana proses beralihnya status yad amanah menjadi yad Dhamanah? <br />Menurut Wahbah Zuhaily wadi’ah berasal dari kata wada’a berarti meninggalkan atau meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga. secara etimologi berarti harta yang dititipi kepada seseorang yang dipercayai untuk menjaganya. Ulama fikih telah sepakat bahwa wadi’ah sebagai salah satu akad dalam rangka saling tolong menolong (tabarru) sesama manusia. Alasan yang mereka kemukakan tentang setatus hukum wadi’ah dalam alQur’an dan Hadits. Dalam transaksi perbankan prinsip wadi’ah al amanah dapat diterapkan pada pemberian jasa safe deposit box yang merupakan jasa titipan dimana bank hanya menyediakan fasilitas penitipan, mengatur system administrasi untuk masuk dan keluar ruang fasilitas, sedangkan kunci diserahkan kepada nasabah , bank akan membebankan fee kepada nasabah atau pengguna fasilitas box tersebut. Dalam Wadi’ah Yad Dhamanah pengaplikasian produk ini harta barang yang dititipi boleh dan dimanfaatkan oleh yang menerima titipan. Dan tidak ada keharusan bagi penerima titipan (Bank) untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip (Nasabah). Pemberian bonus semacam jasa giro tidak boleh disebutkan dalam kontrak, dan jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan managemen bank syari’ah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan.<br />Kesimpulannya adalah Ganti rugi terjadi pada wadi’ah yad Dhamanah apabila terjadi hal penerima titipan tidak bertanggung jawab atas rusaknya barang kecuali dalam beberapa hal, di antaranya, Khianat, tidak hati-hati, barang titipan tercampur dengan barang titipan yang lain dan lain sebagainya.Terjadinya perubahan status wadi’ah yad amanah menjadi wadi’ah yad Dhamanah adalah apabila orang yang ditiitpi tidak memelihara barang titipan, mengingkari tata cara pemeliharaan barang titipan, menitipkan titipan kepada orang lain, menggunakan barang titipan, berpergian dengan menggunakan barang titipan, meminjam barang titipan atau memperdagangkannya, mengembalikan barang titipan tanpa seizin muwaddi’, dan mengingkari barang titipan.</p&gt;}, number={2}, journal={TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah}, author={Ridawati, Mujiatun}, year={2017}, month={Feb.}, pages={24-33} }