Filsafat Pendidikan Islam Perspektif Ibnu Khaldun

  • Zaenal Arifin STIT Sunan Giri Trenggalek

Abstract

Ibnu Khaldun hidup saat pemikiran filsafat di dunia Islam terbagi menjadi dua madzab yang saling berlawanan  yaitu, madzbab Ghazaliyyah dan Rusyidiyyah.  Meskipun ia pendukung al-Ghazali yang menentang filsafat namun ia masih memandangnya sebagai metode yang dapat melatih seseorang untuk berfikir logis dan sistematis sebagai sarana untuk memandu perspektif rasionalnya agar tidak menyimpang dari keimanan sebagaimana keyakinan Ibnu Rusyid. Ia membedakan antara agama (pengetahuan tentang kebenaran-kebenaran yang diwahyukan Tuhan) dan ilmu (pengetahuan tentang kebenaran-kebenaran yang dicapai manusia lewat rasio  murni tanpa bantuan faktor ‘eksternal’). Sumber pengetahuan menurut Ibnu Khaldun berasal dari interkoneksi antara indera (the organ vision) dengan semua persepsi di luar manusia (external sense perseption) yang dilahirkan pemikiran. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, selain mengandalkan individual perceptions, menurut Ibnu Khaldun sesorang harus memiliki guru untuk penguasaan dengan melakukan pengulangan dan pemahaman serta praktek sehingga melekat di dalam otak dan malakahnya terbentuk. Agar malakah terbentuk, pikiran harus berorientasi pada adanya penyatuan antara teori dan praktek. Dari pemikiran inilah kemudian Ibnu Khaldun membagi  ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu al-`ulum al-`aqliyyah, al-`ulum al-`aqliyyah al-wahdiyah, dan al-`ulum al `alatiyyah.

Published
2021-03-31
How to Cite
Zaenal Arifin. (2021). Filsafat Pendidikan Islam Perspektif Ibnu Khaldun . AL-IFKAR: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 15(01), 4-18. Retrieved from https://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/ifkar/article/view/4484