Revitalisasi Hukum Adat Yang Berspektif Keadilan Jender
Abstract
Wacana mengenai hukum adat, tidaklah dapat dilakukan secara terisolir tanpa melihat interaksinya dengan hukum lain (agama, negara, kebiasaan-kebiasaan), bahkan dengan hukum internasional, dalam rangka terjadinya globalisasi dan perdagangan bebas. Keadaan itu mengakibatkan idée-idee yang dibawa oleh setiap hukum, termasuk idée-idee hak asasi manusia, dapat memasuki wilayah-wilayah yang tanpa batas. Karena adanya kontak dan saling pengaruh di antara system hukum ini, maka terjadi perubahan yang tiada henti pada masing-masing system hukum, termasuk hukum adat. Namun ketika berbicara tentang masuknya instrumen hukum yang memajukan hak asasi perempuan dan keadilan gender, kajian harus dilakukan secara hati-hati, karena ternyata hukum sebagai alat rekayasa sosial, berbenturan dengan budaya patriarkhis yang sangat kuat yang bersemai dalam institusi penegakan hukum dan masyarakat. Hukum adat “gaya baru†pun tetap berisi pelanggengan subordinasi terhadap perempuan. Apa yang terjadi di India, dan Indonesia, khususmya berkenaan dengan budaya mas kawin dan dampaknya bagi perempuan, akan memperlihatkan hal tersebut.
References
• Azwar, Welhendri, Matriolokal dan Status Perempuan dalam Tradisi Bajapuik,
Yogyakarta: Galang Press, 2001
• http://www.huma.or.id3Sulistyowati Irianto http://www.huma.or.id4 akses pada tanggal 14 November 2015 pukul 10.00 WIB
Copyright (c) 2016 AT-Tahdzib: Jurnal Studi Islam dan Muamalah
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Jurnal Studi Islam by At-Tahdzib is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Based on a work at http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib