WANITA DALAM BAHASA SUFI
Abstract
Sachiko Murata menyimpulkan, "wanita dibuat memikatâ€. Murata mencoba menyitir teks-teks sufi yang menunjukkan bahwa kesempurnaan pria terletak pada kaum wanita dan, dengan demikian, kesempurnaan wanita terletak pada kaum pria. Misalnya, hal ini ditunjukkan dengan artisebuah perkawinan manusia. Setiap perkawinan adalah relasi cinta timbal balik, antara pria dan wanita. Yang satu adalah pelengkap bagi yang lain (Qs. Al-Baqarah/2: 187). Orang Jawa bilang, wanita itu adalah garwo yang berarti sigarane Nyowo (separuh nyawa). Dalam konteks ini, teks-teks sufi Ibn Arabi menunjukkan hal itu, sebagaimana dikutip Murata.
Otentisitas dan relasionalitas kebenaran suatu bahasa terikat pada situasi dan kondisi tertentu. Dengan kata lain, kebenaran bahasa bersifat temporal dan kondisional. Diutusnya dua malaikat dengan membawa kebenaran, dalam cerita di atas, untuk suatu masa mengimplikasikan makna relativitas bahasa. Kebenaran bahasa hanya berpretensi universal, meminjam istilah Haidar Baqir, bila dikaitkan dengan prinsip-prinsip ilmiah, bukan semata-mata dengan simbol-simbol yang tak bisa dijelaskan dengan sepanjang prinsip-prinsip itu, seperti karisma, kesalehan lahiriah, keturunan, semata-mata penguasaan ilmu keislaman tradisional, dan sebagainya.
Kata Kunci: Wanita dan Sufi