IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

  • Samuji Samuji Sekolah Tinggi Agama Islam Ma'arif Magetan

Abstrak

Abstrak Perkawinan di bawah tangan yaitu suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang islam Indonesia yang memenuhi rukun-rukun dan syarat- syarat perkawinan, tetapi tidak didaftarkan pada Pejabat Pencatat Nikah yang diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974. Menurut hukum islam untuk dapat dilakukannya perkawinan harus memenuhi beberapa syarat yaitu: kedua mepelai, wali, ijab qobul, saksi dan pemberian mahar (mas kawin). Permasalahannya adalah Apakah perkawinan di bawah tangan itu sah menurut hukum? Dan apakah dampak hukum atas perkawinan di bawah tangan. Dengan terpenuhinya kelima syarrat tersebut hukum Negara mengharuskan agar keseluruhan proses perkawinan dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah yang selanjutnya akan diberikan akta nikah, apabila tidak dicatat atau didaftar ke Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, maka tidak menyebabkan batalnya perkawinan, tetapi perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Dengan tidak tercatatnya perkawinan yang dimaksud di Kantor Urusan Agama (KUA), maka apabila terjadi persengketaan yang berkaitan dengan nashab danharta bersama, para pihak akan kesulitan untuk menyelesaikannya, termasuk didalamnya pihak Kantor Urusan Agama (KUA), karena perkawinan yang dimaksud tidak dicatat.

Referensi

Daftar Pustaka

Depaartemen Agama, Alqur’an dan Terjemahannya, PT Bumi Restu, Jakarta.

1976.

M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dari UU No. 1

Tahun 1974. Dan Kompilasi Hukum Islam, Bumi Aksara, Jakarta,

1996.

, Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2000.
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Direktorat

Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta. 2000.
Diterbitkan
2015-12-08
Bagian
Articles