Kedudukan Hukum Zakat Profesi dan Pembagiannya
Abstract
Kurangnya perhatian dalam pelaksanaan zakat sebagai satu upaya penanggulangan kemiskinan dan pemerataan kemakmuran di kalangan umat Islam, adalah karena: pertama, kurangnya pengertian umat tentang hikmah kewajiban zakat sebagai rukun Islam yang disamakan dengan shalat. Kedua, kurangnya pengertian umat tentang tata cara pelaksanaannya sebagai usaha pemerataan kemakmuran yang dicontohkan melalui lembaga amiliin yang digariskan Allah dalam al-Quran. Di sisi lain, Islam memberi kebebasan kepada setiap individu Muslim memilih jenis usaha/pekerjaan atau profesi yang sesuai dengan bakat, ketrampilan, kemampuan atau keahliannya masing-masing, baik yang berat dan kasar yang memberikan penghasilan kecil seperti tukang becak, maupun yang ringan dan halus yang mendatangkan penghasilan besar seperti notaris, pengacara, lawyer, pegawai negeri dan sebagainya.
References
Lihat A. Rahman I. Doi, Syari’ah the Islamic Law, terj. Zaimuddin dan Rusydi Sulaiman, Jakarta : Raja Grafindo Persada , 2002, hlm. 495, yang menyebutkan sebagai salah satu rukun Islam yang ketiga, ada beberapa ayat al-Quran yang berbicara tentang zakat, antara lain: al- Baqarah (2) : 43, al-Fushilat (41) : 7, al-‘Araf (7) : 156, dan al-Rum (30): 39.
Bahkan menurut Muhammad Quthub dari sudut pandang finansial, zakat adalah pajak teratur yang pertama yang pernah diberlakukan di dunia ini, sebelum itu pajak dibebankan berdasarkan keinginan penguasa. Lihat dalam Islam the Misunderstood Religion, terj. Fungky Kusnaedi Timur dalam Islam Agama Pembebas, Yogjakarta : Mitra Pustaka, 2000, hlm. 187.
Abdur Rahman al-Juzairy, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazhahibi al-Arba’ah I, Beirut: Dar al-Fikr, 1996, hlm.563.
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (An-English-Indonesian Dictionary), Jakarta: Gramedia, 1995, hlm. 449.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, hlm. 789.
Komaruddin, Ensiklopedia Menejemen, Ed. II., Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hlm. 712.
Yusuf al-Qardhawy, Op.Cit, hlm. 460.
Masfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta; Haji Masagung, 1991,hlm. 214
Yusuf Qardhawy, Op.Cit., 300.
Ibid., hlm.301.
Ibid
Ibnu Hazm, al-Muhalla, Jilid 4, Beirut: Dar al-Kutub al-Umiyah, tt., hlm. 196.
Muhammad Idris Al-Syafi’i, Al-Umm, Juz II, TK: Dar al-Fikr, tt., hlm. 66.
Ibnu Hazm, Op. Cit., hlm. 196.
Al-Zarqany, Syarh al-Zarqany ala Muwatta’al-Imam Maliki, juz II, Tk: Dar al-Fikr,tt., hlm. 98-99.
Ibid.
Ibnu Hazm, Op. Cit., hlm 196.
Ibid
Yusuf al-Qardhawy, Op. Cit., hlm. 491.
Ibid
Ibid hlm. 511
Ibid., hlm. 505-507
Abdurrahman al-Juzairi, Kitab al-Fiqh ala al-Mazhabib al-Arbaah, jilid I, Beirut: Dar al-Fikr,tt., hlm. 561.
Al-Bukhary , Shahih Bukhary, juz II, Semarang: Toha Putra, tt., hlm.108.
Al-Syaukany, Nail al-AutharIV, Beirut: Dar al-Fikr,1994, hlm.212
Ibid
Yusuf Qardhawy, op. cit., hlm. 482-483.
Abdurrahman al-Juzairi, Op. Cit., hlm. 563
Al-Zarqany, Syarah al-Zarqany II, Tk: Dar al-Fikr, tt., hlm. 97.
Copyright (c) 2016 AT-Tahdzib: Jurnal Studi Islam dan Muamalah
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Jurnal Studi Islam by At-Tahdzib is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Based on a work at http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib