Konversi Agama dan Kecenderungan Religius di Era Modern
Abstract
Abstrak
Dalam sejarah agama, menurut Joachim Wach, dikenal dua macam pertumbuhan spiritual. Pertama, pertumbuhan yang bersifat mendadak, yang diikuti dengan pemeliharaan. Kedua, pertumbuhan yang terjadi secara teratur dan bersifat terus-menerus. Pertumbuhan spiritual dalam pengertian diatas, juga mencangkup pertumbuhan dan perubahan keagamaan, yang sering disebut dengan konversi agama. Oleh karena itu, sebagaimana dalam sejarah agama, teori pertumbuhan ini pun berlaku dalam pertumbuhan dan perubahan keagamaan pada diri seseorang. Konversi agama, yang secara umum dapat diartikan sebagai perubahan agama atau peralihan keagamaan, baik yang berkonotasi positif atau negatif pada dasarnya merupakan salah satu cara dari pertumbuhan spiritual sebagai mana yang dimaksud Joachim Wach. Banyak hal dalam hal konversi agama ini yang bisa diamati dengan tesis Wach dalam bukunya The Comparative Study of Religions, dengan mengadopsi teori pertumbuhan tersebut diatas di samping penjelasan William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience yang banyak mengutip pendapat tersebut. Konversi agama terdiri dari kata konversi dan agama. Menurut etimologi konversi berasal dari kata “conversio†yang berarti tobat, pindah, dan berubah (agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam kata Inggris conversion yang mengandung pengertian berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion, to another). Berdasarkan kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa konversi agama mengandung pengertian bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama. Sebagai makhluk sosial, manusia yang kehilangan citra dan harga diri akan mengalami beban mental. Cara melepaskan beban mental ini adalah mengembalikan simpati masyarakat terhadap dirinya, yakni melalui tindakan penyesuaian diri. Dalam pendekatan psikologis tindakan ini dikenal dengan mekanisme pertahanan. Penyesuaian yang dilakukan dengan mekanisme pertahanan, ada yang masih dapat dinilai wajar, ada pula yang sudah termasuk tingkah laku yang tidak wajar. Dari sejumlah pengalaman, dalam konteks konversi agama, agaknya penyesuaian yang sering jadi pilihan adalah kompensasi. Penyesuaian melalui kompensasi ini ditampilkan dalam aktivitas yang berlebihan di bidang yang dianggap sebagai kelemahannya. Tingkah laku kompensatif ini semata-mata untuk menutupi kelemahan, dan sekaligus minta pengakuan dari lingkungan atau masyarakatnya. Mengharapkan dukungan dan solidaritas. Agama dinilai sebagai sarana yang paling efektif. Dalam pandangan Elizabeth K. Nottingham, salah satu fungsi agama dalam kehidupan adalah sebagai pemupuk solidaritas.
Copyright (c) 2016 Dar el-Ilmi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Hak cipta seluruh isi artikel dalam jurnal ini ini ada pada Dewan redaksi Dar el-Ilmi. Siapapun pembaca diperbolehkan mengutip sebagaian isi atau secara keseluruhan untuk kepentingan ilmiah atau kepentingan lain yang dapat dipertanggungjawabkan, dengan tetap mencantumkan pengutipannya.