TRADISI PENGAMBILAN RENTE TERHADAP PRAKTEK HUTANG PIUTANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA ROHAYU KECAMATAN KEDUNGDUNG KABUPATEN SAMPANG)

Authors

  • MOH HUZAINI
  • MOH ITQON
  • MOH YADI
  • Zainuddin Zainuddin IAI Nazhatut Thullab Sampang

Abstract

Kunci: Tradisi, Mabudu’, Hutang Piutang, Hukum Islam Hutang piutang merupakan salah satu dari sekian banyak jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan dan berlaku di masyarakat. Uang piutang menpunyai sisi sosial yang sangat tinggi karena mengandung ta’awun yang dalam agama tidak dibatasi akan hal itu. Semakin banyak seseorang menghutangkan uangnya maka semakin tinggi pula nilai pahalanya, tentunya yang seperti dengan niat menghutangi karena Allah yang pada akhirnya Allah yang membalasnya. Menghutangi uang dengan niat karena Allah mempunyai nilai ta’awun dan mempunyai kepekaan yang sangat tinggi, karena dapat membantu kesulitan yang dihadapi oleh seseorang yang dihutangi tersebut. Hal-hal terpuji yang dilakukan seseorang dengan cara menghutangi, akan mendapat balasan langsung dari Allah. Tujuan adanya penelitian ini adalah Untuk mengetahui Tradisi Mabudu’ Terhadap Praktek Hutang Piutang Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di Desa Rohayu Kecamatan Kedungdung Kabupaten Sampang serta Untuk mengeahui Pandangan Islam Tentang Pengambilan Mabudu’ dalam Praktik Hutang Piutang Penelitian yang mempergunakan pendekatan kulitatif seta jenis penelitian fenomenologis, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisa datanya adalah deskriptif kualitatif. Menetapkan keabsahan data dalam penelitian ini menggukan teknik triangulasi data yaitu, tekik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan berbagai sumber diluar data tersebut sebagai bahan perbandingan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada Praktek hutang piutang yang terjadi di desa Rohayu terdiri dari macam-macam praktek. Ada dari mereka para orang kaya yang memberi hutangan dengan mengharap pengembalian akibat dari uang yang dipinjam. Orang yang dipinjam tersebut diketahui digunakan untuk modal usaha dan oleh karena itu, pihak yang memberi pinjaman meminta baga hasil. Dengan yang terjadi disitu salah satu contoh jika seseorang meminjam  uang Rp. 1.000.000 biasanya orang yang pinjam memberi bagi hasil Rp. 50.000/bulan. Mayarakat disini sudah mengetahui dan tidak perlu dijelaskan diawal. Jika uang yang pinjam untuk kepentingan membayar hutang maka itu tidak bisa mendapat pinjaman Namun ada juga yang meminjamkan uangnya ikhlas karena Allah. Pihak peminjam tidak meminta uang pengembalian lebih, namun jika ingin memberi sekedar tanda terima kasih, terkadang pihak peminjam mau menerimanya, terkadang juga tidak mau menerimanya Dalam transaksi hutang piutang ini harus di dasarkan pada ketentuan agama yaitu dengan berdasar pada keikhlasan hati dengan niat tolong menolong kepada sesama. Jika dalam praktek hutang piutang ada ghurur atau apapun istilahnya yang pada kemudian hari pihak peminjam harus mengembalikan lebih, maka praktek seperti termasuk praktek yang dilarang, karena termaasuk daam riba. Dalam al-Quran hal ini dilarang karena merugikan salah satu pihak.

Downloads

Published

2019-07-09

Issue

Section

Articles