PENERAPAN SANKSI DENDA KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PADA AKAD MURABAHAH DI PT. BPRS SARANA PRIMA MANDIRI PAMEKASAN

Authors

  • Ahmad Zuhaifi Mohammad Romli

Keywords:

Sanksi Denda Dan Akad Murabahah

Abstract

Bank Syariah tidak melihat sebab dari kelalaian nasabah tersebut, apakah memang dengan kesengajaan atau memang karena force majeur. Dan juga dari jumlah yang dikenakan yang bahkan sampai 15% dari sisa pembiayaan yang belum terbayar. Atas dasar itulah permasalahan ini perlu dikaji, sehingga penulis dapat mengidentifikasi masalah terkait penerapan sanksi denda pada akad Murabahah: Pertama, Bagaimana konsep penerapan sanksi denda Murabahah yang ditentukan oleh regulator (OJK dan DSN MUI)? Kedua, Bagaiman penerapan dan pengelolaan sanksi denda pada akad Murabahah oleh BPRS Sarana Prima Mandiri Pamekasan? Adapun dalam kajian teoris : Pertama, penrapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya. Kedua, sanksi di definisikan sebgai reaksi koersif masyarakat atas tingkah laku manusia (fakta sosial) yang mengganggu masyarakat. Ketiga, Denda Istilah arab yang digunakan untuk denda gharamah. Secara bahasa gharamah berarti denda. Keempat, Akad dalam bahasa arab berati “ikatan†antara beberapa pihak dalam hal tertentu, baik ikatan itu bersifat kongkret maupun abstrak, baik dari satu sisi maupun dari dua sisi. Kelima, Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, Tidak semua ulama membolehkan penerapan sanksi denda atas keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh nasabah. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa sanksi denda tersebut sama halnya dengan riba, karena merupakan tambahan yang dibebankan atas penundaan pembayaran utang. Sedangkan ulama yang membolehkan beranggapan bahwa sanksi denda tersebut bukanlah riba, karena digunakan sebagai dana sosial (untuk denda ta‟zir), dan sebagai ganti-rugi atas biaya yang dikeluarkan oleh bank atas aktifitas penundaan nasabah (untuk denda ta‟widh). Kedua, Bank BPRS SPM hanya menerapkan sanksi denda berupa ta‟zir, yang jumlahnya sudah ditentukan di awal kontrak yakni 0,00030 bagian dari kewajiban nasabah yang tertunda pada bulan berjalan untuk tiap hari keterlambatan. Nasabah dapat mengajukan penghapusan denda kepada pihak BPSR SPM selama memiliki alasan yang jelas dan dibenarkan oleh peraturan yang ada. Jadi, pihak BPRS SPM akan mengenakan denda kepada setiap nasabah yang melakukan keterlambatan pembayaran selama nasabah tersebut tidak meminta atau mengajukan penghapusan denda.

Published

2022-02-03