IHDAD BAGI SEORANG ISTERI YANG DITINGGAL MATI SUAMINYA DALAM MASA ‘IDDAH (Pembahasan dengan Pendekatan Sosiologis Dan Fiqih Islam

Authors

  • Sohebul Bahri

Keywords:

Ihdad Isteri Yang Ditinggal Mati Suami

Abstract

Dengan melihat realita yang terjadi sebagaimana yang digambarkan dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan hal berikut: Pertama, Bagaimana pendapat ulama’ empat madzhab tentang hukum ihdad bagi seorang isteri yang ditinggal mati suaminya dalam masa ‘iddah.? Kedua, Bagaimana hukum ihdad bagi seorang isteri yang ditinggal mati suaminya dalam masa ‘iddah ditinjau dari pendekatan sosiologis dan fiqih Islam?  â€˜Iddah Menurut Sayyid Sabiq, kata ‘iddah berasal dari kata ’adad (bilangan) dan ihshâk (perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dari masa haidh atau masa suci. Ihdad Ibnu Hajar al-‘Atsqalani mendefinisikan Ihdad secara bahasa adalah ألمنع (al-Man’u) yang artinya adalah mencegah, sedangkan menurut syara’, ihdad adalah tidak berwangi-wangi dan tidak pula berhias bagi seorang wanita yang sedang ber’iddah, karena kematian suaminya. Termasuk juga tidak boleh meninggalkan rumah yang ditinggalinya kecuali karena ada hajat. Adapun dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertama, Imam Malik dan Imam al-Syafi’iberpendapat tentang wajibnya seorang isteri yang ditinggal mati suaminya untuk tidak berhias dan keluar rumah selama masa ‘iddah dan ihdad selama empat bulan sepuluh hari, karena sudah ada ketetapan baik dari nash. Kedua, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa seorang wanita hanya boleh keluar rumah pada siang hari dan nishful lail (sore hari), boleh berhias pada malam hari dan meninggalkannya pada siang hari. Ketiga, Imam Ahmad bin Hanbal dan pengikutnya berpendapat bahwa isteri yang ditinggal mati suaminya boleh keluar rumah pada siang hari saja dan membolehkan berhias untuk kepentingan tertentu.

Published

2022-02-03