Hukum adat di aceh
DOI:
https://doi.org/10.36420/ju.v6i1.3866Abstract
Tulisan ini merupakan penelaahan tentang salah satu hukum adat yang berlaku di desa Batu Bedulang, Aceh Tamiang, di mana “seseorang yang terbukti melakukan Khalwat dapat dinikahkan oleh Pemangku adat (tokoh adat)â€. Pemberlakuan pernikahan karna Khalwat ini memiliki implikasi cukup serius, selain jumlah pernikahannya yang terus meningkat di setiap tahunnya, juga kerap dilakukan di bawah umur (19 tahun). Praktek pernikahan Khalwat ini memiliki belbagai model kecenderungan. Di satu sisi, ada beberapa pernikahan yang dilakukan atas dasar keterpaksaan dan ketidaksiapan mereka untuk dinikahkan yang pada akhirnya menjadikan pernikahan sebagai formalitas merupakan tujuan utama untuk mematuhi hukum adat yang pada akhirnya cerai setelah dinikahkan, meskipun tidak sedikit yang mempertahankan pernikahan tersebut (tidak cerai). Sementara di lain sisi, juga nyatanya tidak sedikit yang memanfaatkan hukum adat sebagai justifikasi agar mereka dapat menikah. Dengan demikian, tulisan ini berupaya menyelidiki alasan mengapa Pemangku adat menjadikan pernikahan sebagai sanksi Khalwat? Hal ini disadari bahwa pemberlakuan pernikahan ini nyatanya tidak dapat dibuktikan bahwa mereka telah benar-benar melakukan sesuatu pelanggaran berat (zina) yang dalam hukum jinayat sendiri sama sekal tidaki diberlakukan sanksi kecuali cambuk, begitu juga dengan sanksi zina. Asumsi sementara tulisan ini bahwa menjadikan pernikahan sebagai sanksi Khalwat merupakan aturan adat itu sendiri, menutupi malu keluarga dan terutama terkait dengan dalil keagamaan (17:32).Downloads
Published
2020-06-15
How to Cite
Rizki, W. F. (2020). Hukum adat di aceh. Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman, 6(1), 127–153. https://doi.org/10.36420/ju.v6i1.3866
Issue
Section
Articles
License
Copyright (c) 2020 wahyu fahrul rizki
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Jurnal ini terbuka untuk umun dan bisa digunakan untuk kepentingan ilmiah lainnyaÂ